Sabtu, 13 Juni 2015

What Makes A Leader

Dari hasil penelitiannya, Goleman mengelompokkan kapabilitas personal dalam tiga kategori yaitu: purely technical skills, cognitive abilities, dan competencies demonstrating emotional intelligence
Kecerdasan emosional terbukti dua kali lebih penting dibanding dua kategori lainnya. Makin tinggi performa seseorang dalam kepemimpinan maka makin tinggi keefektifan kecerdasan emosionalnya. 

Goleman menetapkan lima komponen kecerdasan emosional dalam bekerja, yaitu:

Self Awareness

Kemampuan untuk mengetahui dan memahami dengan baik perasaan, emosi, kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan arahan, serta pengaruhnya kepada dirinya sendiri, orang lain dan performa pekerjaan mereka. Self awareness memperluas pemahaman seseorang akan nilainya dan tujuan yang akan dicapai olehnya.

Self Regulation

Kemampuan mengatur perasaan dan mengendalikan rangsangan emotional bahkan bisa memanfaatkannya. Seseorang yang memiliki kontrol emosi yang tinggi dapat memanfaatkan kesempatan, Suka mengintrospeksi diri, dapat menerima ketidakpastian dan perubahan, serta memiliki integritas diri.

Motivation

Memiliki kemampuan untuk melampaui ekspektasi yang ingin dicapai oleh dirinya sendiri dan orang lain. Memiliki gairah dalam bekerja, menyukai tantangan, dan bangga dengan hasil kerjanya serta memiliki komitmen terhadap organisasi.

Empathy

Kemampuan mendalami dan mempertimbangkan perasaan karyawan atau orang lain dengan pertimbangan faktor lainnya di dalam proses membuat keputusan. Empathy sendiri merupakan komponen yang sangat penting dalam sebuah kepemimpinan karena; dapat meningkatkan penggunaan tim (dalam bekerja); mempercepat globalisasi (bagi perusahaan yang mempekerjakan karyawan dengan latarbelakang multikultur); mempertahankan talent (yang dibutuhkan untuk perkembangan perusahaan).


 Social Skill

Kemampuan untuk bersosialisasi dengan orang lain, baik lintas level, lintas divisi, lintas perusahaan atau bahkan lintas negara. Social skill merupakan kombinasi dari keempat elemen lainnya yang pada hasilnya mampu mengkomunikasikan maksud dan tujuannya kepada orang lain. Untuk menjadi pemimpin bisnis yang hebat tidak saja membutuhkan IQ namun kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi merupakan sesuatu yang ‘sebaiknya dimiliki’. Kecerdasan emosional bisa dipelajari namun membutuhkan waktu yang panjang dan komitmen yang kuat. 

Sumber:
Goleman, D. (1998). What Makes a Leader. Harvard Business Review, November - December, 93-102.

Managerial Process of Crafting & Executing Strategy

Ada lima tahapan manajerial dalam menciptakan dan melaksanakan strategi perusahaan, yaitu:



Membangun sebuah visi dan misi perusahaan.

Visi adalah pandangan terhadap masa depan perusahaan atau organisasi untuk masa yang akan datang. Dengan kata lain, visi adalah bagaimana seorang manajer melihat perusahaan atau organisasi yang dipimpinnya akan menjadi "apa" pada masa depan nanti. Visi strategis adalah guiding star yang ditetapkan sebagai arah tujuan masa depan perusahaan.
Misi adalah upaya-upaya yang akan dilakukan untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan.  Misi perusahaan dapat memberi gambaran dari tujuan perusahaan saat ini.
Misi perusaaan berisikan core value perusahaan sebagai panduan untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan. 

Core value merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi, memberikan batasan dalam pemilihan cara-cara, serta membentuk perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi dalam perjalanan mewujudkan visi. 

Tahapan ini akan memberikan arah perusahaan, motifasi, inspirasi bagi karyawan, menetapkan batas dan pedoman tindakan melalui organisasi dan komunikasi dengan stakeholder demi masa depan perusahaan.


Menetapkan tujuan perusahaan


Tujuan Perusahaan (corporate goal) ditetapkan untuk mengkonversikan visi dan misi kedalam target kinerja perusahaan dan menggunakan hasil yang telah ditargetkan sebagai patokan dalam mengukur kinerja perusahaan. Terdapat Dua tipe tujuan perusahaan adalah tujuan finansial dan tujuan strategis.

Menciptakan strategi untuk mencapai tujuan

Tujuan strategis akan menggerakkan perusahaan secara strategis sesuai dengan yang ditetapkan oleh manajemen. Pada tahap ini manajer akan membuat strategi proaktif/ deliberates strategy, disebut juga dengan analisa strategis, yang sifatnya top-down dengan berdasarkan pada model bisnis perusahaan. Kemudian membuat emmergent strategy atau strategi reaktif yang bersifat bottom-up melalui proses learning-by-doing atau proses eksperimental. Lebih luas lagi, pada beberapa perusahaan lain menerapkan empat level strategi menurut tingkatan manajement mereka. Keempat strategi itu adalah:

  1. corporate strategy, 
  2. business strategy, 
  3. functional-area strategies, dan 
  4. operating strategies.

Makin kebawah level manajemennya maka akan makin signifikan peran manajemen dalam penerapan strategi. Walaupun startegi bisa dibuat dan diterapkan atau dilaksanan berbeda pada setiap level namun strategi perusahaan secara keseluruhan merupakan kolaborasi usaha yang dilakukan oleh setiap manajer sesuai dengan levelnya masing-masing.

Melaksanakan atau mengeksekusi strategi yang dipilih

Pilih dan konversikan rencana strategis kedalam tindakan-tindakan yang diperlukan. Mengatur eksekusi strategi adalah tindakan yang berorientasi pada operasional, berupa kumpulan aktifitas yang diarahkan pada pembentukan kemampuan setiap bagian core business dengan berbagai strategi pendukung. Penanganan proses penerapan strategi dapat berhasil apabila segala sesuatunya berjalan dengan lancar sesuai strategi perusahaan dan secara keuangan mampu memenuhi target yang telah ditetapkan. Bila hal ini terjadi berarti menunjukkan perkembangan yang baik dalam rangka pencapaian visi strategis perusahaan.


Memantau Perkembangan dan Melakukan Evaluasi Kinerja.

Evaluasi dilakukan untuk menemukan pengaturan yang tepat berdasarkan pengalaman, serta melakukan perubahan, ide baru dan peluang baru. Tahap ini merupakan trigger point dalam memutuskan apakah akan dilakukan perubahan ataukah tetap melanjutkan visi dan misi, tujuan, sterategi atau bahkan metode pelaksanan strategi perusahaan. Perubahan strategi adalah hal yang lumrah dilakukan pada perusahaan-perusahan besar. Hal ini dilakukan untuk mengatasi situasi atau kondisi tertentu yang diahadapi oleh perusahaan.

Rangkaian dari visi dan misi, tujuan, strategi perusahaan merupakan rencana strategis dalam menghadapai perubahan kondisi industri, persaingan, pencapaian tujuan dan perkembangannya berdasarkan pada visi perusahaan. 



Perusahaan membuat strategi dengan berdasarkan pada ambisi untuk memperlebar tujuan akan membutuhkan strategic intent yaitu komitmen yang kuat untuk melakukan apapun dalam mencapai tujuan tersebut. 



Jajaran direksi memiliki tanggungjawab kepada shareholder dalam memainkan peran penting untuk mengawasi pembuatan dan pelaksanaan strategi perusahaan. Peran penting BOD adalah melakukan pengawasan, evaluasi, dan pengambilan tindakan yang diperlukan pada situasi tertentu. Keempat tanggung jawab tersebut adalah;

  1. Kritis dalam menilai arah perusahaan, strategi dan pendekatan bisnis.
  2. Mengevaluasi kemampuan kepemimpinan strategis dari senior executive dan melakukan pergantian bila terjadi penurunan kemampuan.
  3. Membentuk Perencanaan kompensasi sebagai penghargaan bagi top eksekutif atas tindakan yang berhasil memberikan pelayanan bagi stakeholder terutama para pemegang saham.
  4. Memastikan bahwa perusahaan mengeluarkan laporan keuangan yang akurat serta memiliki kontrol keuangan yang kuat.

Sumber:
  • Thompson, A. A., Peteraf, M. A; Gamble, J. E.; & Striclan III, A. J. (2012),Crafting and Executing Strategy, New York: McGraw-Hill.

Corporate Culture and Leadership: Menanamkan Budaya Perusahaan yang Mendukung Eksekusi Strategi yang Baik.

Budaya perusahaan merujuk pada karakter iklim kerja internal perusahaan yang dibentuk oleh sistem nilai yang dianut, kepercayaan, prinsip bisnis, standar etika, dan tradisi yang menentukan norma-norma perilaku, sikap kerja yang tertanam, praktik kerja yang diterima, dan gaya operasi.

Key Feature dari Budaya Perusahaan

  1. Nilai, prinsip bisnis, dan standar etika
  2. Pendekatan Perusahaan dalam mengelola orang, kebijakan resmi perusahaan, prosedur, dan praktik operasi.
  3. Atmosfir dan semangat yang meliputi iklim kerja
  4. Cara manajer dan pekerja berhubungan dan berinteraksi satu sama lain
  5. Kekuatan dari dukungan kolega untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu sesuai dengan norma yang diharapkan.
  6. Tindakan dan perilaku yang secara eksplisit didorong dan dihargai oleh manajemen.
  7. Tradisi perusahaan yang dihormati dan cerita yang sering diulangi tentang tindakan heroik dan bagaimana kita melakukan sesuatu disini.
  8. Cara perusahaan dalam kesepakatan dengan stakeholder eksternal.

Aturan Nilai Inti dan Standar Etika

Sebagai dasar dan pembentuk budaya perusahaan, nilai inti (core value) dan standar etika memiliki dua aturan, yaitu;
  1. Membantu menciptakan iklim kerja dimana karyawan perusahaan berbagi dan memegang teguh keyakinan tentang bagaimana melaksanakan bisnis perusahaan.
  2. Menjadi patokan dalam mengukur kesesuaian tindakan, keputusan, dan perilaku tertentu sehingga membantu mengarahkan karyawan untuk melakukan sesuatu dengan benar dan melakukan sesuatu yang benar.

Pentingnya Budaya Perusahaan dalam Eksekusi Strategi yang Baik

Pada perusahaan dengan budaya yang kuat, nilai mengakar dengan dalam, dan norma berperilaku yang dianut akan menentukan pelaksanaan bisnis dan membantu eksekusi strategi perusahaan, atau dengan kata lain tindakan dan keputusan yang diambil karyawan mencerminkan nilai dan prinsip binis sebuah perusahaan. Budaya yang kuat mendorong tindakan, perilaku, dan praktik kerja yang kondusif untuk melakukan eksekusi strategi dengan baik dan secara signifikan menambah kekuatan dan efektifitas upaya melakukan eksekusi strategi dengan baik. Budaya yang kuat mendukung eksekusi strategi dalam 3 cara, yaitu;
  1. Budaya yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya melakukan eksekusi strategi memberikan perhatian pada hal apa yang paling penting untuk karyawan dalam upaya eksekusi strategi
  2. Budaya yang terinduksi oleh peer pressure kemudian mempengaruhi karyawan untuk berbuat sesuatu yang mendukung eksekusi strategi dengan baik.
  3. Budaya perusahaan yang konsisten dengan kebutuhan eksekusi strategi yang baik dapat meningkatkan energi karyawan, menguatkan komitmen karyawan dalam mengeksekusi strategi secara sempurna dan meningkatkan produktifitas karyawan.

Dalam mengembangkan strategi, budaya adaptif merupakan pendorong bagi implementasi dan proses eksekusi strategi. Ada beberapa hal dalam budaya perusahaan yang tidak sehat yang dapat menghambat strategi eksekusi strategi yang baik, yaitu:
  1. budaya menolak-perubahan,
  2. budaya yang dipolitisasi,
  3. budaya yang sempit/ picik,
  4. budaya tidak etis dan dorongan keserakahan,
  5. budaya yang tidak compatible.

Perubahaan budaya diperlukan dalam upaya melakukan eksekusi strategi dengan baik. Namun perubahan sering menimbulkan permasalahan. Untuk mengatasi perubahan permasalahan, ada empat langkah yang dapat dilakukan, yaitu
  1. Mengidentifikasi aspek dari budaya perusahaan saat ini, mana yang mendukung eksekusi strategi dengan baik dan mana yang tidak.
  2. Spesifikasikan tindakan, perilaku, dan praktik mana yang harus menonjol dalam budaya yang baru.
  3. Mengkomunikasikan permasalahan saat ini dan pentingnya perubahan harus dilakukan.
  4. Menunjukkan kesungguhan tindakan dalam mengikuti perilaku, praktik dan norma-norma dari budaya baru.

Mengarahkan dorongan untuk eksekusi strategi dengan baik dan keunggulan operasional membutuhkan 3 tindakan penting dari manajer, yaitu;
  1. Mengetahui apa yang terjadi dan terus memantau perkembangan. Upaya ini sering berhasil melalui Management By Walking Around (MBWA).
  2. Memberikan tekanan konstruktif  pada organisasi untuk mengeksekusi strategi dengan baik dan meraih keunggulan operasional.
  3. Memulai tindakan perbaikan untuk meningkatkan eksekusi strategi dan memenuhi target hasil kinerja.

Refference:

  • Thompson, A. A., Peteraf, M. A; Gamble, J. E.; & Striclan III, A. J. (2012),Crafting and Executing Strategy, New York: McGraw-Hill.